Jumaat, 19 Februari 2010

I’m a Muslim filmmaker and I make Islamic films

By Zan Azlee, The Malaysian Insider

I’m a Muslim and I make films. I guess that constitutes me as a Muslim filmmaker. It doesn’t even matter if my films are about Islam or not. Well, my films are mainly about myself anyway (and from all the complaints I get from readers, so is this column, apparently!) and indirectly, my films become about Islam too.

Whenever I meet people who have seen my films, they always ask me advice about Islam. There was a time when I made a mockumentary on ‘samak’, and I got calls from Muslims asking me about the procedure to clean their newly-bought houses just in case some Chinese had eaten pork or kept a dog there.

Even PhD candidates and journalists sometimes request for interviews with me as if I’m some kind of expert when it comes to matters of religion. I need to let everyone in on a little secret — I don’t know much!

The reason I make these films that deal with my religion is because I want to find out more myself. I see the process of making the films as a process of discovery and learning in order to understand my religion better. And most importantly, understand it the way I want to understand it.

Like the time I went to the Middle-East to shoot a film. I had gone to a holy site by the river Jordan. There was an orthodox church near the banks and I approached the entrance. The priest there saw me walk up and greeted “Assalamualaikum”. Shock! Horror! Never would this happen in Malaysia.

While there, I conversed with a local Muslim guide who spoke excellent English. For some reason, we were talking about inter-racial marriage (must have been because I mentioned that Arab women had beautiful eyes and that I wouldn’t mind getting to know them better!) and that led to us talking about inter-religious marriage.

“If I were to marry someone who is not a Muslim, she would have to convert,” I said.

“Then marry a Christian or a Jew,” the guide said.

“Haha! What are you talking about? They still have to convert.”

“Why? Those are Allah’s religions too. They are all People of the Book.”

Shock! Horror! Never would this happen in Malaysia.

Then there was the time I went to Pattani, Thailand, to make a film about the plight of the Thai-Malays who are also Muslims. These are people who are facing persecution because they want to practice their culture and religion. In order to deny the indoctrination attempt by the Thai government, they send their kids to private schools.

“There, my children learn Malay language and also Islamic studies,” said a local journalist there.

“Ahh! So you cannot separate your ethnicity and your religion?” I asked.

“Of course not. It’s important that they learn these things because it defines our identity.”

Not so shocking and no so horrific. Very similar this is to Malaysia.

So there you go. It isn’t just making films to me. It’s much more than that. I can’t really say that I will become an expert on the subject. All I can say is that it allows me to view the subject matter in many different perspectives. The experience I gain is so valuable to my self-development. And in the process, if my viewers can get a little something from it as well, be it positive or negative… how cool is that?

* The views expressed here are the personal opinion of the columnist.

Keluhan Dr Abu Hassan Hasbullah: Filem Islamik Di Pinggirkan Di Malaysia?

1. Adakah benar rungutan dan tohmahan bahawa apa sahaja yang berhubungan dengan Islam seperti seni, sastera, budaya termasuk filem mendapat kesusahan yang teramat sangat untuk mendapat ruang di negara ini lantaran hujah-hujah yang mengaitkan "...apa sahaja yang Islami itu maka ia adalah gerakan tersurat dan tersirat menyokong PAS"?

2. Pandangan dan pertanyaan ini diterbitkan setelah dikhabarkan sekian banyak pertanyaan juga tentang filem Ketika Cinta Bertasbih (Chaerul Umam, 2009) dari teks Habiburrahman er-Shirazi dikatakan tidak beroleh izin tayang atas alasan kandungan Islami sebagai naskahnya.

Jika ya atau benar keadaan ini terjadi, maka ia kemalangan yang amat besar buat umat Islam di negara ini khususnya dalam asa untuk memajukan pemikiran, filsafat, dan pengetahuan Islam secara konstruktif.

Seni, sastera, budaya dan media Islami adalah prakarsa terbaik dalam mengadilulung peradaban bangsa agar segala kepunahan sekarang yang terjadi, dengan segala macam tunasosial dan tunamoral di kalangan ahli masyarakat, setidaknya dapat dipulihkan dengan kemujaraban Islam sebagai ad-deen.

3. Sebab itu ramai yang bertanya, betulkah semua drama di RTM dan TV3, termasuk di media lain sama sekali tidak boleh memakai KUPIAH, SERBAN, atau JUBAH..? yang dibenarkan cuma songkok dan baju Melayu sahaja?

Apakah masyarakat di Malaysia yang memakai kupiah atau serban semuanya PAS?

Sesiapa yang mempunyai data tentang hal ehwal ini sila berikan di sini atau terus ke FB Zentrum kerana rasanya perlu ada satu gerakan untuk menyelesaikan krisis tamadun ini.

4. Saya dikhabarkan sendiri oleh Akhi Habiburrahman er-Shirazi, pengarang Ketika Cinta Bertasbih, selaku pendokong malah turut berlakon dalam filem KETIKA CINTA BERTASBIH yang permohonan untuk tayangan telah dibuat secara serentak dengan jadual di Indonesia, Brunei, Australia, Thailand, termasuk beberapa negara di Eropah, dan satu sahaja yang tidak mendapat izin iaitu Malaysia.

Wah apakah yang sebenarnya telah terjadi?

Adakah juga nanti semua imej atau visual, atau "shot" masjid juga akan diharamkan secara surat arahan sekira drama atau filem tempatan mahu mendapat izin tayang di TV atau Pawagam?

Rakyat berhak untuk mendapat penjelasan kerana kenapa semua bising bila Pulau Pinang membatalkan perarakan maulud, dan kenapa pula semua tidak bising bila "kupiah", "serban", dan lain-lain imej Islami tidak dibenarkan dalam drama-drama TV dan filem kita?

Komen Habiburrahman el-Shirazy Mengenai Kelantan

Siang itu,14hb. Februari, 2010, saya mendarat di Bandara Kota Bharu, Negeri Kelantan. Saya datang ke Kelantan atas undangan Departemen Penerangan Kerajaan Negeri Kelantan, sebagai pembicara ahli dalam acara talkshow berjudul, Selebriti Sebagai Ikon Masyarakat dalam momen Festival Hiburan Islami.

Juga diundang untuk memberi kuliah umum di Masjid Kerajaan. Tiba di bandara panitia sudah datang menjemput. Mereka terdiri dua orang gadis dan dua orang lelaki. Ramah dan baik. Saya langsung diajak untuk menemui tokoh paling dihormati di Negeri Kelantan, yaitu seorang ulama kharismatik yang juga menjabat sebagai Menteri Besar Kerajaan Negeri Kelantan, yaitu Tuan Guru Dato’ Haji Nik Abdul Aziz Bin Nik Mat.

Di rumah dinas, tempat Menteri Besar biasa menerima tamu, para wartawan dari media cetak dan elektonik telah menunggu.Ternyata di sana sudah datang terlebih dahulu seorang artis dan penyanyi terkemuka Malaysia yang kini setia mengenalkan jilbab, yaitu Wardina Shafiyyah. Tuan Guru Nik Abdul Aziz menyambut dengan senyum yang mengembang.

Kharismanya sebagai seorang ulama tampak jelas. Sayangnya beliau tidak bisa berlama-lama menemani. Sebab saya datang memang terlambat. Saya sampai di Kota Bharu pukul 12 siang lebih, yang semestinya dijadwalkan pukul 11 siang. Penyebab keterlambatan itu adalah pesawat Malaysian Air Lines yang tidak tepat waktu. Semestinya terbang dari KLIA ke Kota Bharu pukul 10.00 ternyata baru terbang pukul 11.20. Saya dijadwalkan bertemu dan berbincang dengan Menteri Besar Tuan Guru Nik Abdul Aziz pukul 11.00, dan beliau ternyata sudah menunggu sejak pukul sebelas.

Beliau pun masih setia menunggu sampai saya datang. Hanya saja tidak bisa berlama-lama menemani, sebab ada tamu lain yang juga harus beliau temui. Sementara beliau menemui tamu yang lain, saya yang baru datang diminta untuk menyantap hidangan makan siang bersama Wardina Shafiyyah dan suaminya. Sebelum makan siang, para wartawan minta konferensi pers. Banyak pertanyaan yang diajukan seputar perkembangan perfilman di Indonesia.

Ada juga yang bertanya tentang proses pembuatan film berkarakter seperti Ketika Cinta Bertasbih dan Ayat Ayat Cinta. Saya sempat menunggu-nunggu adakah wartawan yang akan menanyakan hal berkaitan dengan Manohara. Sebab saya sedang berada di tempat Manohara pernah membuat kisah yang banyak mendapat perhatian di Indonesia. Ternyata tidak ada satu pun yang menyinggung masalah itu. Semuanya fokus menanyakan segala hal yang berkaitan dengan seluk beluk perfilman dan sastra.

Adzan dhuhur berkumandang, Menteri Besar mengajak shalat berjamaah. Saya tidak ikut karena ada bagian dari pakaian saya yang kotor, saya memilih untuk menjama’ shalat dengan jama’ ta`khir. Selesai shalat berjamaah Menteri Besar kembali menemui saya. Kami berbincang- bincang sebentar. Lalu bagian dokumentasi Kerajaan Negeri Kelantan meminta saya berfoto bersama Menteri Besar Tuan Guru Nik Abdul Aziz.

Setelah itu panitia mengajak saya langsung ke acara inti yaitu talk show di KB Mall Kota Bharu Kelantan. Panitia memberi tahu pengunjung telah membludak. Saya meminta pengertian panitia untuk membawa saya ke hotel dulu. Sebab saya baru tiba dari bandara, saya perlu cuci muka dang anti pakaian.

Sebenarnya sejak awal saya ingin ke hotel dulu dan berpakaian lebih rapi ketika bertemu dengan Tuan Guru Nik Abdul Aziz. Tetapi waktu tidak memungkinkan, Tuan Guru sudah lama menunggu. Akhirnya saya ikut saja. Maka ketika saya diajak langsung ke KB Mall, saya minta pengertian panitia. Dan mereka setuju. Saya dibawa ke Kelantan Trade Centre untuk membersihkan badan dan ganti pakaian. Acara talk show di KB Mall berjalan hangat. Pengunjung membludak.

Yang unik adalah background panggung dan hiasan Mall seratus persen bernuansa China. Karena hari itu memang bertepatan tahun baru China. Akan tetapi acara sesungguhnya adalah Festival Hari Hiburan Islam. Dalam acara itu tampak jelas kerinduan masyarakat Malaysia akan hadirnya film-film Islami di Malaysia. Masyarakat Malaysia mengakui dalam hal kreatifitas pembuatan film Islami pun Malaysia masih tertinggal beberapa langkah dari Indonesia.

Mereka takjub dengan yang terjadi di Indonesia.Mereka merindukan adanya audisi pemilihan bintang film yang bermoral seperti yang dilakukan di Indonesia melalui film Ketika Cinta Bertasbih. Hari berikutnya, saya menyempatkan diri melihat rumah kediaman Menteri Besar sederhana dan paling bersih di Malaysia. Saya memang ingin melihat langsung seperti apa rumah tokoh besar yang namanya tercatat dalam 50 tokoh Islam berpengaruh didunia dan dimuat dalam buku berjudul ”The 500 Most Influential Muslims” yang dieditori oleh Prof. John L Esposito dan Prof Ibrahim Kalin.

Rumah Menteri Besar Nik Abdul Aziz memang biasa saja, sama dengan umumnya rakyat Malaysia. Rumah itu ada di samping masjid, berada di komplek lembaga pendidikan yang didirikannya. Tak ada penjaga. Tak ada protokoler. Tak ada polisi yang tampak. Benar-benar biasa.

Siapa pun bisa menemui Menteri BEsar ini jika beliau ada di rumah. Siang itu beliau tidak ada di rumah. Saya memang tidak membuat janji untuk itu. Saya ditemui salah satu putra beliau yang juga bersahaja. Dari cerita orang-orang Kelantan, ternyata Menteri Besar Dato` Nik Abdul Aziz dikenal orang yang sangat dekat dengan segala lapisan masyarakat. Ada kebiasaan unik yang dilakukan pemimpin paling kharismatik di Malaysia ini.

Setiap hari Jumàt, tepatnya setelah shalat shubuh, Menteri Besar yang juga ulama besar ini selalu menyediakan diri menjadi tukang cukur bagi rakyatnya. Maka tak heran, jika setiap hari Jumàt, masyarakat berdatangan shalat shubuh di masjid beliau, dan beliau yang menjadi imam shalat. Selesai shalat shubuh puluhan orang bersiap diri untuk dicukur rambutnya oleh beliau. Dan beliau melakukan hal itu dengan penuh rasa sayang pada rakyatnya.

Kebiasaan beliau yang lain. Selama ada di kantornya,jika bukan untuk urusan Negara maka beliau akan mematikan semua fasilitas yang ada di sana. Misalnya jika dia harus shalat pada waktu malam, karena shalat adalah urusan pribadi dan bukan urusan Negara, dia mematikan lampu dan AC yang ada di ruangannya. Kepribadian ini mengingatkan pada kepribadian Umar bin Abdul Aziz.

Tak heran jika Dato` Nik Abdul Aziz ini,pada tahun 1998 dinobatkan oleh Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) sebagai Menteri Besar - kalau di Indonesia sepadan dengan gubernur - yang memiliki reputasi paling bersih di Malaysia. Anugerah itu diberikan sebagai penghargaan atas usaha beliau menentang gejala bentuk suap dan korupsi selama memerintah Negeri Kelantan selama hampir 18 tahun.

Tiga hari saya berada di Malaysia, dan saya menjumpai betapa cintanya penduduk Kelantan pada Tuan Guru mereka, kepada ulama mereka yang juga menjadi Menteri Besar mereka. Ada kalimat Tuan Guru Dato` Haji Nik Abdul Aziz yang diingat selalu oleh rakyatnya, yaitu, ”Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menyatukan hati banyak orang. Bukan pemimpin yang hanya mampu menggunakan kekuasaannya untuk membatasi ini dan itu.”

Selama tiga hari juga,saya masih penasaran kenapa tidak satu orang pun yang menyinggung Manohara. Akhirnya pada suatu jamuan makan bersama beberapa panita, salah seorang dari mereka menanyakan kasus Manohara. Dia bertanya, apakah citra Kelantan sedemikian buruk di Indonesia. Saya jawab,mungkin iya. Tampak dia agak sedih.

Saya lalu balik bertanya sebenarnya bagaimana masyarakat Kelantan memandang kasus Manohara? Orang itu menjawab, mayoritas masyakarat Kelantan tidak tahu menahu tentang kasus Manohara. Tidak ada beritanya sama sekali di Kelantan. Dan itu juga bukan urusan pihak Kerajaan Negeri Kelantan, tetapi itu urusan dalam rumah tangga Istana Raja. Dia sendiri memandang tidak ada yang bisa dibenarkan dalam kasus Manohara. Menurut dia kedua-duanya salah. Dia berkata, ”Mereka bertemu secara tidak baik-baik, dan berpisah juga dengan tidak baik-baik.

Itu masalah dua anak kecil yang tidak baik, tetapi disangkut-pautkan dengan negara.’ Paling tidak mendengar hal itu, saya telah mengetahui satu sudut pandang masyarakat Kelantan tentang kasus itu. Kenyataan yang saya temui, masyarakat awam Melayu Kelantan sangat menghargai bangsa Indonesia. Dan masih mengakui Indonesia sebagai bangsa besar.

Seorang di antara mereka dengan jujur mengatakan kepada saya, ”Indonesia adalah ikon Islam di Asia Tenggara. Jika Indonesia tegak, maka umat Islam di Asia Tenggara termasuk Malaysia tegak. Jika Indonesia runtuh yang lain juga akan runtuh.”

Habiburrahman El Shirazy
Budayawan Muda, Penulis Novel Ketika Cinta Bertasbih

Khamis, 18 Februari 2010

Ahmadi Hassan @ Pak Chat Meninggal Dunia

KUALA LUMPUR 17 Feb [11.32 pm] - Penyanyi nasyid era 70-an Ahmadi Hassan (foto)meninggal dunia dalam usianya 63 tahun diHospital Pakar Al-Islam Kampung Baru di sini kira-kira pukul 6 petang ini akibat penyakit buah pinggang. Beliau dilahirkan pada 6 Oktober 1947 dan berasal dari Padang Menora, Jarak, Seberang Perai. Jenazahnya kini berada di rumahnya Lot 45733, Lorong 1, Kampung Merbau Sempak, 47000 Sungai Buloh Selangor. Pengkebumian akan dibuat pada hari esok. Allahyarham adalah Seorang pelakon teater dan penulis di zaman mudanya. Kemudian merantau ke Kuala Lumpur untuk mencuba nasib mencari rezeki, akhirnya dengan bantuan seorang sahabat dari Bukit Mertajam yang mula bertugas di bidang penyiaran, Ahmadi telah berjaya diterima bekerja di RTM (Ketika itu di Bahagian Pembangunan Radio Malaysia) di Angkasapuri Kuala Lumpur. Watak "Pak Chat" dalam siri drama yang paling popular ketika itu "Fajar Di Bumi Permata" telah menaikkan nama Ahmad Hj. Hassan. Beliau mula berjinak-jinak menyanyi terutamanya lagu-lagu hindustan dan pernah muncul dalam rancangan radio siaran Tamil iaitu "alapaddam" dan lain-lain lagi. Penglibatan beliau sebagai penyanyi bermula dalam tahun 1973, apabila dilamar oleh Allahyarham M. Shariff untuk merakamkan albumkerana meminati lakonannya di radio ketika itu. AL-FATIHAH ...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...